EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Budi Gunawan Jadi Wakapolri, Abraham Samad Langsung Dijebloskan ke Penjara

[caption id="attachment_2712" align="alignleft" width="290"]Ketua KPK Abraham Samad  ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulselbar. foto: net Ketua KPK Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulselbar. foto: net[/caption]

MAKASSAR - Polda Sulselbar diduga takut pada Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Pascadilantik sepekan lalu, calon Kapolri tak jadi ini langsung dihadiahi dengan penahanan sang musuh bebuyutan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad, Selasa (28/4/2015).

 

 

Tak pelak membuat anggota tim pengacara Samad, Kadir Wankonubun mempertanyakan alasan penyidik menahan kliennya yang dinilai selama ini selalu kooperatif saat pemeriksaan.

 

 

“Tadi kami menyatakan protes dan sempat berdebat, karena pak Abraham itu kooperatif,” tegasnya saat dihubungi melalui telepon saat berada di ruang pemeriksaan.

 

 

Dia juga mengungkapkan kalau saat ini Samad masih menccoba melobi dan berkoordinasi dengan piimpinan Polda Sulselbar terkait upaya penahanannya.

 

 

“Tadi sempat disodorkan surat perintah penahanan namun ditolak, dan saat ini Pak Abraham sedang berkoordinasi dengan Direskrimum Polda,” ujarnya lagi.

 

 

Menurut Kadir, Samad kini masih tertahan di ruangan penyidik sambil menunggu kabar terakhir dan hasil koordinasi.

 

 

Atas penahanan itu sebagian dari pimpinan KPK mengecam tindakan polisi yang dinilai sewenang-wenang. Mereka akan melakukan penangguhan penahanan.

 

 

Seperti diketahui Polda Sulselbar menetapkan Samad sebagai tersangka pada Selasa, 17 Februari 2015. Alumnus Universitas Hasanuddin Makassar itu diduga memalsukan dokumen milik seorang wanita asal Pontianak bernama Feriyani Lim (28).

 

 

Dokumen itu berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dan Paspor. Kasus dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan Samad terjadi pada 2007.

 

 

Atas perbuatannya, Samad dijerat Pasal 263, 264, 266 KUHP dan Pasal 93 Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan perubahan pada UU nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukumannya maksimal 8 tahun penjara. (red/sr)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *