EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Kasus Penjualan Lahan Hijau, Camat Sagulung Seret Nama Marjuki

[caption id="attachment_6071" align="alignleft" width="290"]Aktivitas ilegal pengalihan lahan hijau jadi kaveling tinggal. foto: ginting/amok Aktivitas ilegal pengalihan lahan hijau jadi kaveling tinggal. foto: ginting/amok[/caption]

BATAM - Kisruh penjualan jalur hijau (jalur penghubung, red) di RT 03 dan RT 04 Kaveling Abadijaya, Seilekop, Kecamatan Sagulung diduga menyimpan bara dalam sekam perseteruan antara Pemko Batam dengan BP Batam selaku tuan tanah.

 

Hal tersebut tersirat dari keterangan yang disampaikan Camat Sagulung Abidun Hasibuan saat dimintai keterangan, Selasa (23/6/2015).

 

"Biar aja itu, tanyak ke Humas Pemko (tak jelas). Saya no comment soal itu," ujar Abidun.

 

"Di situ kan ada Ir Marjuki, tanya aja sama dia," tegas Camat seraya berlalu.

 

Ketika ditanya siapa dan apa peran dari Ir Marjuki dalam kasus penjualan lahan hijau tersebut. Abidun langsung menancap gas mobilnya.

 

Sebelumnya Kapolres Barelang Kombes Asep Safrudin berjanji tak akan tinggal diam. Ia menegaskan akan mengecek ke lokasi penjaualan lahan hijau terlarang tersebut dalam waktu dekat.
"Segera kami cek lokasi," tegasnya.

 

Diberitakan sebelumnya para pelaku penjual lahan fasum itu merupakan oknum perangkat RT/RW setempat. Mereka menjual ke masyarakat tanpa ada alas hak dan legalitas dari instansi terkait seperti BP Batam dan Distako Batam. Menurut warga yang telah membeli bahwa harga kaveling itu belum punya legalitas jelas.

 

Tiap kaveling diibandrol bervariasi mulai dari Rp8 juta hingga Rp10 juta. “Saya sudah membeli dua kaveling kepada mereka (oknum RT/RW 03/03, red),” kata ibu Kiki kepada AMOK Group.

 

Ketua RT 03, Carles Indomora ketika dikomfirmasi tentang perizinan kegiatan proyek tersebut tidak dapat menunjukkan legalitas pengelolaan lahan dari instansi berwenang. Sementara Ketua RT 04, Umarjuki ketika ditanya apakah proyek penjualan kaveling tersebut sudah berkoordinasi dengan kelurahan dan kecamatan dan uangnya untuk diapakan.

 

“Ini merupakan ide kami saja pak, tak ada kami hubungi kelurahan dan kecamatan,” kilahnya enteng.

 

Informasi di lapangan diduga kegiatan itu sudah sudah mendapat ‘restu’ dari oknum kelurahan dan kecamatan setempat. Untuk menekan gejolak di masyarakat, mereka mengganti rugi atas tanaman warga yang ada di atas lahan itu mulai Rp300 ribu hingga Rp1,8 juta.

 

Ketua RW 03 Imam Suprianto ketika dikonfirmasi menyebut bahwa dana untuk pelaksanaan proyek pengalihan fungsi lahan hijau jadi kaveling dengan menyewa beko, diproleh dari hasil penjualan kaveling.

 

“Kita juga pakai dana PNPM yang dianggarkan pemerintah untuk kelurahan dan desa. Nanti kami akan mengajukan permohonan ke OB (BP Batam) terkait proyek ini,” ujarnya tanpa beban.

 

Pantauan di lapangan pelaksanaan proyek tersebut sudah rampung sekitar 80%. Diperkirakan proyek pengalihan fungsi lahan hijau tersebut bisa membentuk 20 kaveling tinggal. Parahnya, kaveling yang ada sudah ludes terjual. Sebelumnya proyek tersebut mendapat penolakan dari masyarakat setempat khususnya yang merasakan dampak langsung dari kegiatan proyek itu.

 

Seperti Mbah Lupi yang sudah lama bermukim di sana mengatakan merasa dirugikan apalagi dengan ganti rugi yang cuma Rp300 ribu saja.

 

“Selama ini kami bisa makan sayur dan hasil beberapa ternak seperti bebek, ayam dan lele. Iku wes cukup tho mas,” ucap nenek ini dengan logat jawanya yang kental.(red/gtn/thr) 

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *