EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Surplus Beras Lokal, Rezim Jokowi Malah Impor 500 Ribu Ton

 

 

YOGYAKARTA - Pemerintah tiba-tiba mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Meski berdalih impor beras itu untuk meredam kenaikan harga beras, kontan kebijakan pemerintah itu menimbulkan pertanyaan.

 

Sebelumnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Kamis (11/1) lalu, pemerintah akan mengimpor sebanyak 500 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam. Beras impor itu akan tiba di Tanah Air pada akhir Januari ini.

 

"Saya tidak mau mengambil resiko kekurangan pasokan. Saya mengimpor beras khusus," ujar Mendag menjelaskan alasannya, dalam konferensi pers di Auditorium Kementerian Perdagangan.
Mendag mengaku, beras yang akan diimpor adalah beras kualitas khusus yang tidak ditanam di Indonesia. Jenis beras tersebut memiliki spesifikasi bulir patah di bawah lima persen. Meski masuk dalam golongan beras khusus, Enggartiasto memastikan komoditas pangan utama itu akan dijual dengan harga medium.

 

Di saat Mendag mengumumkan kebijakan impor beras, pada hari yang sama, sejumlah daerah justru mengemukakan bahwa mereka mengalami surplus produksi beras. Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Wijayanti. "Kami menolak impor kerena setiap tahunnya surplus," ujar dia, Kamis (11/1/18).

 

Pada Januari ini, Kabupaten Magelang panen pada lahan seluas 3.652 hektare dengan produktivitas rata-rata 6,3 ton per hektare. Hasil diperkirakan mencapai 21.380 ton Gabah Kering Giling (GKG) setara 13.512 ton beras. Kebutuhan beras di Kabupaten Magelang sendiri adalah 11.583 ton per bulan. "Artinya kebutuhan beras tercukupi malah terjadi surplus sebanyak 1.929 ton," katanya.

 

Kondisi ini yang membuat Magelang menjadi kabupaten nomor satu yang menolak adanya impor beras. Petani bahkan memasarkan beras surplus tersebut ke tempat lain.

 

Direktur Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menegaskan jika Indonesia telah dua tahun tidak melakukan impor beras. "Produksi banyak, no impor," tegasnya saat ditemui usai panen di Kabupaten Magelang.

 

Magelang, kata dia, menjadi salah satu bukti bahwa panen masih terjadi di Tanah Air. Surplus yang terjadi menepis komentar miring dari banyak pihak terkait minimnya produksi beras dan meminta dibukanya keran impor. "Namun produksi beras kita ada, data kita benar karena dari BPS," ujarnya.

 

Surplus beras juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko mengaku Januari ini hamper setiap hari selalu diundang untuk menghadiri panen padi.

 

"Di DIY setiap tahun rata-rata surplus beras sekitar 200-250 ribu ton, Sementara produksi beras di DIY per tahun 920 ribu ton, sehingga banyak yang dijual keluar," kata Sasongko pada Republika, Rabu petang (10/1/18).

 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan panen padi mulai terjadi pada Januari ini. Bahkan Februari disebutnya akan menjadi puncak panen padi. Ini dikarenakan, petani mulai menanam padi sejak Oktober tahun lalu pada saat musim hujan.

 

"Oktober hujan berarti tanam kan, berarti Desember sudah panen, apalagi Januari. Kita tahu kalau kondisi cuaca normal, itu panen memasuki puncak Februari karena kondisi iklim normal," kata Amran di Kantor Kementerian Pertanian. (man/republika)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *