"Kepada seluruh anggota, saya memohon persetujuan dalam forum rapat peripurna ini, bisa disepakati?" tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.
"Setujuuuu," sahut mayoritas anggota yang hadir.
'Tok,' bunyi palu sidang diketok sebagai tanda disahkannya UU tersebut.
Rapat pengesahan RUU Cipta Kerja digelar langsung di Gedung DPR dengan setengah anggota dewan hadir sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan. Sebagian lain mengikuti rapat secara daring.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, mayoritas dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Ciptaker ini.
Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Ciptaker.
Dalam pandangan mini fraksi, Partai Demokrat menyebut mekanisme pembahasan RUU Cipta Kerja yang tidak ideal.
Demokrat menilai RUU Cipta Kerja dibahas terlalu cepat dan terburu-buru. "Sehingga pembahasan pasal per pasal tidak mendalam," kata juru bicara Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan.
Selain itu, RUU Cipta Kerja juga disebut telah memicu pergeseran semangat Pancasila. "Terutama sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neoliberalistik," ujar dia.
Demokrat menyatakan RUU Cipta Kerja memiliki cacat baik secara substansial maupun prosedural. Marwan mengungkapkan dalam pembahasannya RUU Cipta Kerja tidak melibatkan masyarakat, pekerja, dan civil society.
"Berdasarkan argumentasi di atas maka Fraksi Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja. Banyak hal perlu dibahas lagi secara komprehensif agar produk hukum RUU ini tidak berat sebelah, berkeadilan sosial," ujar dia.
Pengesahan RUU Cipta Kerja dihadiri langsung perwakilan pemerintah, di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
RUU Cipta Kerja mulai dibahas DPR dan pemerintah pada April 2020. Sepanjang pembahasannya RUU Ciptaker mendapat banyak penolakan dari masyarakat sipil.
Elemen buruh, aktivis HAM dan lingkungan, serta gerakan prodemokrasi menolak pengesahan RUU Ciptaker karena dianggap merugikan pekerja dan merusak lingkungan.
RUU Ciptaker juga dinilai lebih memihak korporasi, namun DPR dan pemerintah terus melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker.
Pada masa pandemi pembahasan RUU Ciptaker dikebut. DPR dan pemerintah bahkan menggelar rapat di hotel demi merampungkan pembahasan ini.
Kemudian, pada Sabtu (3/10), DPR dan pemerintah akhirnya menyelesaikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tingkat I atau tingkat badan legislasi (baleg) DPR, untuk selanjutnya disahkan di rapat paripurna.
Keputusan tingkat I diambil dalam rapat terakhir panitia kerja RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu malam. Perwakilan pemerintah yang hadir secara langsung dan daring antara lain Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkumham Yasonna Laoly, Menaker Ida Fauziah.
Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri KLHK Siti Nurbaya Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki.
"Apakah semuanya setuju untuk dibawa ke tingkat selanjutnya?" kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.
"Setuju." tutur para peserta rapat.
Hanya ada dua fraksi yang menolak dalam pengambilan keputusan tingkat I yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Sedianya RUU Ciptaker akan disahkan dalam Rapat Paripurna Kamis, 8 Oktober mendatang. Namun secara tiba-tiba DPR dan pemerintah mempercepat agenda pengesahan RUU kontroversial ini.
Elemen buruh mengancam akan melakukan aksi mogok kerja nasional sebagai respons atas pengesahan RUU Ciptaker oleh pemerintah dan DPR.
sumber : cnbcindonesia