EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Astaga, Kasus AirAsia Jadi Ajang Pencitraan Pemerintah Jokowi

[caption id="attachment_3129" align="alignright" width="290"]Sekjen Gerindra Ahmad Muzani Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. foto: net[/caption]

JAKARTA - Pencitraan demi pencitraan terus dilakukan oleh Jokowi kendati sudah usai pertarungan Pilpres. Tidak pandang situasi, dalam berduka pun Jokowi masih menebar image yang sebetulnya rakyat sudah muak, menyusul dinaikkannya harga BBM yang membuat rakyat semakin menderita.

 

Pencitraan itu misalnya dalam hal pembekukan izin rute penerbangan AirAsia dari Surabaya-Singapura oleh Kementerian Perhubungan. Adapun salah satu alasannya karena dalam kasus AirAsia QZ8510 maskapai asal Malaysia itu dianggap tidak memiliki izin lepas landas walaupun pihak Singapura memberikan slot parkir untuk mendarat.

 

Menanggapi hal tersebut, anggota DPR Fraksi Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, ada tumpang tindih dalam birokrasi pemerintah dalam menangani kasus AirAsia.

 

"Saya kira kasus AirAsia menandakan tumpang tindih dalam birokrasi pemerintah tidak jalan. Ada satu instansi yang menyatakan memberikan izin dan ada yang tidak memberikan izin, ada juga yang menyatakan itu ilegal dan ditarik," kata Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/1).

 

Diakui Muzani, memang penjatuhan sanksi terhadap AirAsia merupakan kewenangan pemerintah. Namun demikian, dia melihat semua instansi dan kementerian berlomba-lomba mencari muka atas kasus jatuhnya pesawat AirAsia.

 

"Birokasi kacau balau dan ini terjadi di semua sektor. Lebih banyak instansi yang urgensinya tidak begitu berkepentingan masuk ke evakuasi. Ngapain menurunkan kapal perang? Ada Basarnas dan BPPT punya teknologi canggih," bebernya.

 

Sekjen Partai Gerindra itu menegaskan, semua instansi sedang adu unjuk kekuatan untuk melakukan pencitraan atas insiden jatuhnya pesawat AirAsia. Muzani menyayangkan diturunkannya kapal perang dengan jumlah yang banyak dalam pencarian dan evakuasi AirAsia.

 

"Untuk apa dikerahkan kapal perang sebanyak-banyaknya. Kan sudah ada SAR, BPPT memiliki alat canggih. Semua instansi sedang pamer kekuatan, melakukan pencitraan," jelasnya.

 

"Kapal perang untuk digunakan darurat iya, apakah seperti itu. Toh yang menemukan bukan kapal perang itu. Lepas dari itu, ini keprihatinan kita semua. Menteri Jonan harus intropeksi ke dalam," tandasnya. (redaksi)

sumber: merdeka.com