[caption id="attachment_3714" align="alignleft" width="290"] Inilah lahan buffer zone yang berubah menjadi foodcourt a3 di Batuaji. foto: amok[/caption]
BATAM - Maraknya lahan buffer zone atau penghijauan dijadikan ladang bisnis oleh pengusaha di Kota Batam tak ayal membuat kota ini semakin kumuh dan tak sedap dipandang mata.
Direktur Pemukiman dan Agribisnis BP Batam, Tato Wahyu, kepada tim AMOK menegaskan pihaknya hanya memberikan perizinan pengelolaan jalur hijau itu untuk dijadikan penghijauan seperti pembuatan taman, bukan untuk bangunan.
“Jika ada bangunan di atas Buffer Zone berarti menyalahi izin dan ilegal. BP-Batam hanya memberikan izin pengelolaan bentuk penghijauan atau taman," ujar Tato, Kamis (29/1/2015).
Ia juga membantah, BP-Batam tidak pernah menjadikan buffer zone sebagai ajang bisnis apalagi menerima dana sebagai biaya untuk pengurusan izin untuk dijadikan bangunan seperti foudcourt.
Kendatipun begitu, Tato mengatakan mayoritas pengajuan pemanfaatan lahan buffer zone untuk penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), namun yang terjadi pihak pengusaha justeru mendirikan bangunan permanen.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengusahaan (BP) Batam disinyalir memanfaatkan zona hijau tersebut sebagai ajang bisnis. Yang mana di sejumlah titik buffer zone telah beralih fungsi dan dijadikan sebagai tempat usaha.
Misalnya di jalan Suprapto Batu Aji, dialih fungsikan menjadi bisnis Foudcourt a3. Pemilik usaha ini mengakui telah menggelontorkan dana besar demi untuk mendapatkan izin dari BP-Batam.
"Kita sudah mengantongi izin dari BP-Batam dan izinnya saya bayar mahal," ujar Kasman kepada tim AMOK.
Fenomena buffer zone yang berubah fungsi menjadi Foudcourt terjadi diberbagai titik. Diantaranya, di depan Ruko Edu Kit, di samping pos polisi Simpang Kara, beberapa titik di sekitar Batu Aji dan mungkin masih ada di tempat lainnya.
Tukimin, salah seorang pengamat lingkungan mengatakan, jika lokasi buffer zone didirikan bangunan baik permanen maupun semi permanen akan berdampak buruk untuk lingkungan. Dan tindakan itu bagian dari pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebab Buffer Zone itu adalah daerah penyangga dan resapan.
"Secara konseptual buffer zone berfungsi sebagai penyangga wilayah dari berbagai ancaman, termasuk dari ancaman terjadinya banjir," ujarnya.
Ia meminta agar Ketua BP Batam Mustofa Widjaja membenahi hal ini dan mengembalikannya kepada rencana awal serta memberikan sanksi tegas terhadap yang melakukan pelanggaran.
"Ini bisa saja menjadi permasalahan hukum jika ada pihak atau masyarakat yang melaporkan," katanya. (red/amok)