[caption id="attachment_4478" align="alignleft" width="290"] Wirya Silalahi. foto: net[/caption]
BATAM - Hingga detik ini Batam masih dikuasai oleh mafia lahan. Tak pelak mengakibatkan pengembang perumahan kesulitan memperoleh lahan. Padahal saat ini kekurangan (backlog) rumah khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Batam mencapai puluhan ribu unit per tahunnya.
Dari data yang dipegang Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Kepri, di Batam saat ini memiliki ruli (rumah liar, red) sekitar 36 ribu ditambah terjadi backlog rumah kurang lebih 22 ribu unit. Sehingga kekurangan rumah mencapai puluhan ribu unit.
Menurut Wirya perbankan terutama Bank Tabungan Negara (BTN) dan bank lain siap mendukung pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, kesiapan itu terkendala ketersediaan lahan.
"Pembangunan perumahan membutuhkan lahan yang cukup besar. Justru pengembang saat ini kesulitan mendapat lahan secara langsung dari BP Kawasan Batam. Kalau pun pengembang memperoleh lahan ya dapatnya dari calo (tangan kedua, ketiga dan seterusnya," ungkap Wirya Silalahi saat mendampingi Waketum Bidang Penyediaan Perumahan Dewan Pengurus Pusat Apersi, Harun, belum lama ini di Batam.
Lahan yang dibeli dari calo tersebut, kata dia berdampak pada harga lahan menjadi mahal. Sehingga, harga jual rumah kepada konsumen MBR juga jadi mahal. Secara khusus, Wirya menyebutkan bahwa harga rumah untuk konsumen MBR di Batam yang tertinggi di Indonesia.
"Bahkan harga rumah untuk konsumen MBR di Batam lebih tinggi dibanding daerah lain di luar Pulau Jawa," ujarnya.
Disinggung masalah kesulitan mendapat akses lahan secara langsung, menurut Wirya hal itu sudah cukup lama dirasakan pengembang perumahan khususnya untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
Pihaknya mendesak agar BP Batam dalam mengalokasikan lahan bisa melihat track record pemohon lahan lebih dulu. "Jangan sampai pemohon sering dapat lahan tapi tidak membangun alias hanya menjual lahan itu lagi. BP Batam harus tegas jangan takut diintervensi oleh mafia lahan yang seenaknya saja menguasai lahan," pungkas Wirya. (taher)