[caption id="attachment_4653" align="alignright" width="290"] Inilah peta kawasan hutan di Kepri yang diributkan pemdadan investor. foto: istimewa[/caption]
BATAM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerbitkan SK 76/MenLHK-II/2015 pada Jumat, 6 Maret 2015, yang merupakan revisi atas ketentuan sebelumnya tentang kawasan hutan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Revisi dilakukan karena menyerap aspirasi publik yang mengeluhkan aneka hambatan pelayanan publik sektor investasi di kawasan Batam Bintan Karimun (BBK).
Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI, mengapresiasi kebijakan itu. Namun, jika detail kebijakan dan komposisi luasan hutan dan non hutan ada yang tidak sesuai dengan rekomendasi Ombudsman, Menteri LHK diminta melakukan mereformasi total dan mengganti para pejabat dan stafnya.
“SK sebelumnya telah berhasil melemahkan citra positif Indonesia, khususnya wilayah BBK, sebagai daerah tujuan investasi,” ujar Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana melalui siaran pers, Minggu (8/3).
Sebelum SK Menteri LHK ini terbit, jelas Danang, ketidakpastian investasi muncul di Kawasan BBK, yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone). Ketidakpastian yang melilit masyarakat dan dunia usaha itu meliputi perizinan investasi, administrasi pertanahan, dan layanan perbankan.
Meskipun belum mencermati detailnya, Danang berharap, revisi SK tersebut dapat menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan publik yang sempat mengorbankan sekitar 22 ribu rumah dan 49 galangan kapal serta kawasan pembangunan PLN di Batam.
"Jika detail komposisi luasan hutan dan non hutan, area DPCLS (daerah penting cakupan luas dan strategis) dan peta lampiran SK baru ini ternyata tidak sesuai dengan hasil Tim Terpadu dan area DPCLS yang telah disetujui oleh DPR RI, maka Menteri LHK sebaiknya menyesuaikan lagi dan mereformasi total prosedur penerbitan SK kawasan hutan, dan harus menjatuhkan sanksi dengan mengganti para pejabat dan staf-nya yang terkait dengan perencanaan SK tersebut," tutur Danang.
Menurut Danang, detail luasan dan peta yang dilaporkan ke Ombudsman terindikasi dipermainkan oleh para oknum internal. Alhasil, banyak kebijakan baik atau positif yang dikelurkan Menteri LHK sering kali tidak diindahkan oleh anak buahnya.
“SK yang baru ini perlu diapresiasi meskipun kemudian dipelajari detailnya sehingga mencegah penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum lagi di kawasan BBK," pungkasnya. (red/cnn)
EKONOMI
- BP Batam Launching Dashboard dan Duta Investasi, Jawab Keluhan Pelaku Usaha Secara Cepat, Tepat, Transparan
- Kepala BP Amsakar Buka Batam Investment Forum 2025, Dorong Optimisme Iklim Investasi
- Serap Aspirasi Pengusaha, BP Batam Siapkan Solusi Bagi Para Investor
- Jaga Ketahanan Air Baku, BP Batam Sambut Rencana Penanaman 1000 Mahoni
NASIONAL
- Kepala BP Batam Amsakar Achmad Raih Gelar Doktor Ilmu Pemerintahan di IPDN
- Badan Pengusahaan Batam Gelar Expose Studi Kelayakan Pembukaan Jalur RORO Batam Johor
- Hadiri Kongres 1 GEKRAFS 2025, BP Batam: Semoga Dapat Membawa Kemajuan Ekonomi Kreatif bagi Indonesia
- Kembangkan Investasi, BP Batam Teken Nota Kesepahaman Bersama Kemerinves
POLITIK
- Marak Gula Merah Oplosan di Pasar, DPRD Batam Panggil Disperindag, Dinkes dan BPOM
- PAD Tak Pernah Tercapai, Banggar DPRD Batam Usulkan Moratorium Parkir Tepi Jalan
- DPRD Batam Gelar Paripurna Penyampaian Nota Keuangan Perubahan APBD 2025
- Banggar DPRD Batam Beri Rekomendasi dan Catatan Terkait Penggunaan APBD 2024 Oleh Pemko


Home
»
Kepri
» Ombudsman Desak Menteri LHK Awasi Staf Nakal Terkait SK Revisi Kawasan
Hutan di Kepri