EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Redam Kasus Limbah B3, Oknum Wartawan Batam Kecipratan Rp100 Juta

[caption id="attachment_5023" align="alignleft" width="290"]Ilustrasi Ilustrasi[/caption]

BATAM - Sidak Komisi III DPRD Batam ke PT Three Cast Indonesia di kawasan Panbil Industri Mukakuning pada Selasa (13/3/2015 ) lalu berhasil menemukan tumpukan limbah di perusahaan tersebut. Limbah B3 itu ditumpuk di Ruko Komplek Central Aneka Siaga Blok B No 10, Sagulung.

 

Namun diduga kasus itu telah diselesaikan secara diam-diam oleh beberapa oknum wartawan yang berusaha meredam kasus tersebut. Informasi yang didapatkan, dugaan peredaman kasus ini disepakati seharga Rp500 juta oleh beberapa anggota DPRD Kota Batam, namun kesepakatan itu berakhir dengan seharga Rp100 juta yang diduga telah dibagi-bagi oleh beberapa media.

 

“Ya. Tadinya kami bersepakat Rp500 juta atas kasus itu, namun tiba-tiba saja ada beberapa media menyetujui seharga Rp100 juta dan kita pun tidak tahu apa-apa dan tidak mendapatkan,” ujar salah seorang saksi yang tidak mau disebutkan namanya yang tahu persis kejadian tersebut kepada Seputar Kepri (AMOK Group).

 

Sementara itu anggota Komisi IIII DPRD Kota Batam Jurado Siburian saat dikonfirmasi mengatakan, baru mengetahuinya satu minggu ini dan katanya sudah cair Rp50 juta.

 

"Rekamannya ada pada seseorang berinisial D rekan dari Z wartawan media cetak lokal yang ada di Batam," kata Jurado melalui pesan blackberry messenger kepada Seputar Kepri (AMOK Group), Jumat ( 27/3/2015 ) sore.

 

Informasi yang didapatkan, rombongan sidak yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD Batam Djoko Mulyono tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat setempat yang menyebutkan ada limbah sisa peleburan aluminium dan timah yang tak diangkut.

 

Dalam sidak tersebut mereka mencurigai dua lori bak tertutup masing-masing BP 8687 ZB dan BP 9194 ZB keluar dari perusahaan. Dan para anggota dewan langsung mengikuti dari belakang hingga sampai ke tempat penimbunan limah.

 

Tiba di lokasi para anggota dewan tersebut meminta terpal lori tersebut dibuka, ternyata dugaan itu benar di dalam truk tersebut ada limbah yang diproduksi perusahaan aluminium dan timah.

 

Dalam pengakuan kepada anggota Komisi III DPRD tersebut, Direktur CV  Tresco Diamond Abadi (TDA), Sahara Pasaribu saat ditanya tidak bisa menjawab ketika ditanya kenapa tidak dikirim ke kabil, tempat penampungan limbah.

 

Sahara mengatakan, limbah yang ditimbunnya itu dibeli dengan harga Rp1.700 per kilogram dari manajemen peleburan aluminium dan timah. Sisa limbah yang tidak digunakan dibawa ke Kabil.

 

Usai berada di lokasi pembuangan, para anggota dewan kembali ke PT Tree Cast Indonesia tempat asal limbah tersebut. Manajemen PT Three Cast Indonesia membantah pihaknya membuang limbah secara ilegal. Selama ini pengangkutan limbah produksi melalui konsultan. Semua dokumen diurus konsultan termasuk pengangkutan limbah.

 

Lenny salah seorang manajemen PT Three Cast Indonesia dalam pengakuannya di hadapan anggota komisi III DPRD Batam mengatakan, semua dokumen pengangkutan limbah, diurus oleh konsultan. "Jadi kami baru tahu kalau limbah ini ditampung di dekat permukiman," katanya.

 

Sementara itu, Kepala Departemen Produksi PT Three Cast Indonesia Andiar Putra saat ditanya oleh anggota dewan tersebut terkesan menutup-nutupi bahwa kalau dross atau sisa leburan alumunium dan timah itu masuk dalam kategori limbah. Sesuai dengan dokumen, pengakutan limbah itu mengaku dari mitra PT Desa Air Cargo.

 

”Saya tidak tahu pasti dokumennya itu. Yang jelas PT TDA ngangkutnya dari PT Desa Air Cargo,” jelas Andiar.

 

Sementara itu anggota komisi III DPRD Kota Batam Jeffry Simanjuntak ketika disinggung soal limbah tersebut mengatakan, setelah dicek semua kelengkapan dokumennya, diduga palsu. Hal ini dikarenakan, adanya surat dari Bapelda Kota Batam yang belum ditandatangani dan tidak ada berita acara terhadap limbah yang mau diangkut tersebut.

 

Jeffry menambahkan, untuk masalah transportasi yang mengangkut limbah itu, seharusnya diangkut oleh PT Desa Air Cargo, namun malah PT TDA yang tidak memiliki izin pengangkutan limbah. Selanjutnya, limbah itu seharusnya dibawah ke Kabil bukan ke tempat penampungan scrap di Sagulung.

 

"Semua prosedur pengakutan limbah sudah melanggar UU No.37 tahun 2007. Kami meminta Bapelda untuk menindak lanjutinya,” ujar Jeffry.

 

"Bapedal harus menyegel limbah yang diangkut itu untuk sementara waktu, dan segera dibawa ke Kabil. Nanti kita panggil semua pihak yang terlibat untuk mendengar langsung klarifikasi dari perusahaan dan Bapelda serta pihak lain yang terlibat,” pungkas Jeffry. (red/amok)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *