[caption id="attachment_5436" align="alignleft" width="290"]
BATAM – Imbas dibekukannya praktik outsourcing (pengerah jasa tenaga kerja), saat ini para pencari kerja (pencaker) di Kota Batam semakin merana. Pasalnya mereka harus ekstra mengeluarkan biaya 'pelicin' agar lamarannya diakomodir, jika tidak cukup sampai di bak sampah saja lah lamaran tersebut. Merana.
Praktik sogok-menyogok itu dimulai sejak pintu pertama alias di pos sekuriti. Jika petugas tak diberi uang rokok, dipastikan lamaran Anda tak akan disetor alias dibuang ke lobang sampah. Astaga, sedih betul...
Situasi seperti ini sebetulnya bukan hal baru bagi Anda yang berasal dari Medan Sumatera Utara. Di kota ini, untuk menjadi buruh pabrik teri saja harus membayar uang pelicin kepada HRD atau orang dalam yang nilainya bervariatif mulai Rp500 ribu hingga Rp750 ribu.
Bila kondisi ini terjadi di Batam tentunya cukup mengejutkan. Berkaca dari sejarah, Batam terkenal dengan kota industri dan sangat membutuhkan tenaga kerja. Ketika era 80 hingga 90-an, perusahaan lah yang mencari pekerja.
Tetapi sejak dibekukannya outsourcing dan banyaknya perusahaan asing yang hengkang dari Batam lantaran memilih Kamboja dan Vietnam yang lebih murah gaji buruhnya. Membuat pekerjaan semakin langka dan tingkat pengangguran terus membludak. Batam boleh disebut sudah tidak ramah lagi bagi para pencari kerja tanah air, dan sebaiknya jangan datang lagi ke Batam.
Nah akibatnya oknum internal perusahaan mulai mencari kesempatan untuk uang tambahan. Setiap pelamar kerja wajib menyetor. Salah satu pelamar kerja bernisial N mengaku pernah ditawari kerja oleh oknum managemen PT S yang berada di kawasan Mukakuning Batam tapi harus menyetorkan uang sebesar Rp 2.700.000.
“Kalau sudah bayar langsung diterima bekerja,” ujar N, Jumat (24/4/2015) di Batuaji.
Tawaran tersebut kata N diterimanya. Ia kemudian menyetorkan uang sebesar Rp 2,7 juta kepada oknum managemen PT S dan langusng diterima bekerja hingga saat ini. Hal senada juga dikatakan G, salah satu pencari kerja yang ditemui di kawasan pujasera Batamindo.
Ia mengaku pernah ditawari kerja oleh oknum di salah satu perusahaan dengan menyetorkan sejumlah uang. Berbeda dengan N, wanita asal palembang ini menolak tawaran tersebut karena tidak memiliki uang.
“Jangankan untuk bayar itu pak, untuk makan sehari-hari saja saya sudah kesusahan,” ujarnya.
Kondisi ini mengakibatkan para pencari kerja yang ada risau karena biaya yang dikutip para oknum jumlahnya sangat memberatkan mereka. Mereka berharap, BP Batam dan Pemko Batam segera mencari solusi agar investor kembali menanamkan modalnya di Batam.
"Sekarang kita buka lowongan cukup tempel di dinding-dinding, sudah ratusan yang datang. Dulu waktu PT banyak, kita pasang di koran pun tak ada yang mau melamar," kata seorang pengusaha kepada kepriupdate.com.
Ia menjelaskan upaya penghapusan outsourcing yang gencar disuarakan organisasi buruh seperti SPSI, FSPMI dan banyak lainnya, memang telah membuahkan hasil. Tetapi dampaknya kepada para calon pekerja baru di tanah air yang kesulitan mencari kerja.
"Sebetulnya yang diuntungkan setelah outsourcing ditutup ya pengurus organisasi buruh itu saja. Mereka malah jadi karyawan permanen, dan bisa "main mata" dengan staf HRD memungli calon pekerja. Dulu ada outsourcing gak pernah kita dengar seperti ini," pungkasnya. (red/cw1/amok)