EKONOMI

NASIONAL

POLITIK

Pilkada, Pilpres dan Harapannya


ilustrasi
PASCAREFORMASI, iklim demokrasi di Indonesia sangat menjanjikan harapan bagi masa depan ratusan juta rakyat. Terlebih saat Pilpres 2004 silam, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih menjadi Presiden RI ke-6 untuk pertama kali secara langsung.

Banyak orang bersuka-cita dan berpikir bahwa mereka telah menemukan seorang pemimpin ideal yang akan memperbaiki nasib mereka. Namun seiring bergulirnya waktu, kecintaan rakyat kepada SBY memulai memudar, banyak kritik dan ejekan diarahkan kepada Ketum Partai Demokrat itu.

Begitu pula dengan Barack Obama, saat ia terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Banyak orang bersuka cita, utamanya bangsa-bangsa yang butuh andil negeri Paman Sam tersebut. Belakangan rakyat Amerika dan dunia internasional akhirnya juga kecewa dengan sepak terjang Obama.

Sebenarnya ini bukan hal baru. Ada fenomena yang selalu berulang setiap kali pemilihan seorang pemimpin. Sebelum masa pemilihan masyarakat akan banyak berharap, saat pemimpin idaman terpilih dan dilantik maka banyak orang hanyut dalam suka cita. Ini biasa kita sebut masa bulan madu.

Bulan madu berlalu, orang-orang mulai terbangun dari mimpi dan melihat kenyataan bahwa tidak seindah harapannya. Para pendukung mulai keluar, dukungan pada sang pemimpin semakin merosot, puja-puji meredup bahkan ironisnya hingga menyampaikan sumpah serapah pada pemimpin bersangkutan.

Terlepas tidak ada pemimpin yang sempurna, namun para pemimpin negeri ini memiliki hak untuk tetap dipandang secara obyektif sebagai manusia biasa yang butuh diingatkan ketika salah dan butuh dukungan ketika benar.

Para pemimpin negeri ini pun harus sadar, bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik tidak harus dipuji secara berlebihan. Sebab jika terlalu euforia pasti sejarah akan berulang dan akan berakhir dengan cibiran.

Saat kita memandang satu pihak adalah kawan, lantas janganlah kita memandang pihak lain adalah lawan. Jika kita memandang satu pihak selalu benar maka jangan pula kita memandang lawan selalu salah. Terlebih di era sosial media seperti sekarang, dapat dengan mudah ditemui hoax atau berita bohong, yang tentu saja bila tidak disikapi bijak dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

Sebagai masyarakat kita memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh pemimpin, namun jangan lupa perlakukan pula pemimpin-pemimpin kita secara adil juga. Pemimpin juga memiliki hak untuk didukung akan tetapi jangan pula bersikap"kuping tipis" atau anti kritik.

Kita semua tentu berharap bahwa para pemimpin negeri ini yang dipilih melalui hajatan pesta demokrasi seperti Pilkada dan Pilpres, akan dapat menjalankan amanah rakyat dengan baik dari pemimpin-pemimpin sebelumnya sesuai cita-cita reformasi. (taher)