Warga Batam menampung air bersih untuk persedian bila listrik padam. (Foto/Kepriupdate) |
BATAM - Presiden Direktur PT. Adhya Tirta Batam (ATB), Benny Andrianto sebagai mantan pengelola air bersih menganggap langkah investasi yang dilakukan terhadap SPAM Batam saat ini berpotensi pemborosan.
Benny melihat adanya wacana Pemerintah dalam kembali melakukan penambahan investasi dianggap bukan langkah yang tepat. Terlebih di tengah wacana ini, isu kenaikan tarif air bagi pelanggan juga turut mencuat ke permukaan.
“Mengapa karena keuntungan yang didapat oleh Badan Usaha Sistem Penyediaan Air Minum (BU SPAM) Batam ternyata cukup fantastis,” ujarnya, Rabu (18/1/2023).
Dengan laba tersebut, seharusnya dapat dijadikan modal investasi, tanpa harus membebani masyarakat dengan wacana kenaikan tarif. Apalagi, bila kenaikan tarif dilakukan di tengah carut marutnya pelayanan air minum di bawah rezim BU SPAM Batam.
“Jika mengacu pada SK tarif air bersih tahun 2010, maka rata-rata tarif air bersih di Batam adalah Rp6 ribu/m3,” tambahnya.
Berdasarkan hasil tender Operation and Maintenance (OM) yang dilakukan BP Batam diketahui, operator pengelola dibayar Rp2.400/m3.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka BP Batam masih mendapat keuntungan sebesar Rp 3.600/m3.
Ditambah asumsi kapasitas produksi sebesar 100 juta m3 pertahun (mengacu data produksi tahun 2020), maka BP Batam diperkirakan membukukan laba sebesar Rp 360 miliar pertahun.
Benny juga menyebut keuntungan tersebut harusnya digunakan untuk reinvestasi dalam peningkatan infrastruktur air.
Namun, mengelola investasi juga tidak boleh sembarangan. Alih-alih memberikan nilai tambah pada kualitas pengelolaan air bersih, investasi yang serampangan justru berdampak pada pemborosan anggaran yang sia-sia.
“Rencana investasi Rp4,5 triliun dihitung dari mana? Dengan asumsi hingga kapasitas berapa? Lalu apa leverage bagi setiap nilai yang diinvestasikan terhadap pelayanan. Jangan sampai investasi dilakukan ditempat yang salah, akhirnya buang duit, buang waktu, buang tenaga, pelanggan tetap sengsara,” paparnya.
Menurut Benny, SPAM Batam harusnya lebih cermat dalam meneliti sumber masalah. Batam setidaknya butuh tambahan 300 lpd dalam 2 tahun terakhir, atau sekitar 150 lpd tiap tahunnya.
Namun sayangnya, tambahan kapasitas tersebut tidak kunjung dipenuhi. Lalu kalau mau ganti, atau nambah pipa, tapi airnya ngga ada, hanya angin yang akan keluar.
Kelalaian ini membuat pelayanan air bersih di kota Batam semakin memburuk. Lebih parah lagi, sejumlah investasi yang tadinya dapat mendorong peningkatan kualitas layanan menjadi mangkrak.
Salah satu contohnya adalah mangkraknya tangki air berkapasitas 63.000 m3, karena tidak cukupnya kapasitas air.
“Nilainya (tanki air) lebih dari 150 milliar. Dan itu jadi mubazir. Artinya tidak ada planning dan strategi yang baik, karena memang tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam SPAM. Yang paling pokok adalah masalah know how. Apa jaminannya dengan investasi segitu akan jadi baik? Perlu hati-hati dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat. Sehingga tidak terkesan melakukan pembodohan dan penyesatan,” tegasnya.(par)
Editor : Teguh